Lamno Aceh, Tempat bermukimnya Suku Aceh Bermata Biru
Koleksi Foto Suku Aceh bermata Biru (sumber www.google.com) |
Sejarah Suku Bermata Biru Di Lamno
Benteng serta Batu Nisan peninggalan Kerajaan Daya |
Adapun Sejarah Suku bermata biru ini ada terdiri dari dua versi. Yaitu , Versi pertama Menurut cerita
saat itu bangsa portugis datang ke Aceh
untuk menjajah pada tahun 1519 namun sebelum mereka dapat menginjakan kaki ke
pantai-pantai lamno mereka di tembaki oleh tentara kerajaan Aceh dengan meriam
sehingga mmebuat kapal mereka karam.
Hal tersebut menyebabkan mereka menyerah dan menjadi tawanan
Kerajaan Aceh Marhom Daya. Adapun mereka ditawari pilihan oleh sultan yaitu
tetap tinggal di tempat tersebut atau pergi, Sebagian ada yang memilih tinggal
dan sebagian lagi memilih untuk kembali ke portugis atau Malaka.
Selanjutnya Sambil menunggu kapal untuk kembali ke Portugis, Raja
Daya mengizinkan mereka tinggal di kawasan Lamno. Mereka juga belajar agama,
bahasa, bertani dan adat istiadat orang Aceh sehingga dengan cepat dapat
beradaptasi dan menikah dengan penduduk setempat.
potret : suku aceh keturunan portugis |
Versi kedua mengatakan
bahwa Suku Mata Biru ini adalah
keturunan dari pelaut-pelaut Portugis di bawah Nahkoda Kapten Pinto yang saat
itu berlayar ke Malaka (Malaysia) dan sempat berdagang di wilayah Lamno.
Salah seorang Budayawan Lamno M. Yunus mengatakan bahwa orang Portugis kira-kira datang ke Lamno
sekitar tahun 1492. Waktu itu, di Lamno terdapat sebuah kerajaan kecil yang
kaya dengan rempah-rempah, seperti lada dan lainnya. Kerajaan tersebut berada
di bawah pimpinan seorang sultan yang bernama (Sultan Alaidin Riayah Syah II)
atau lebih dikenal dengan nama Marhum Daya. Adapun Kerajaan tersebut berhasil
menjalin hubungan perdagangan dengan orang Portugis.
Kerajaan tersebut bernama Kerajaan Lamno yang berpusat di Keluang
atau Kuala Daya yang berada pinggir pantai. Dimana di lokasi itu juga dulu
dibangun pelabuhan laut Lamno sebagai tempat berlabuh kapal laut dari luar
daerah.
Karena memiliki pelabuhan yang memadai dan strategis di Samudra
Hindia, perdagangan antara Portugis dengan Lamno berjalan dengan baik sistem
perdagangan waktu itu masih menggunakan barter. orang-orang porto itu membawa
lada dan tembakau dari lamno, karena hubungan perdagangan itu, ada diantara
pedagang Portugis yang tertarik dengan gadis asal Lamno. yang akhirnya menikah
dan menetap di Lamno.
Adapun dalam sejarah Aceh,
Sultan Marhom Daya amat dikenal sebagai ahli hukum adat. Namanya diabadikan
dalam ungkapan Aceh yang terkenal yaitu “
Adat bak Po Teumerhom, Hukum bak Syiah Kuala.” Artinya, pemegang adat atau
ahli adat adalah Marhom Daya. Ahli hukum yang menjalankan dan mengawasi hukum
dalam kerajaan Aceh adalah Syiah Kuala. Adapun kerajaan Marhom Daya adalah
sebuah kerajaan. yang kemudian menjadi cikal-bakal lahirnya Kerajaan Aceh
Darussalam dan turunannya sampai Sultan Iskandar Muda.
Bukti tertulis sejarah keberadaan Kerajaan Aceh Marhom Daya bisa
disaksikan pada relief batu nisan dengan kaligrafi Persia abad ke 13 di komplek
makam Marhom Daya Glee Jong, Lamno dan juga benteng dan meriam-meriam kuno yang
ditemukan tertanam dalam pasir pantai.
batu nisan peninggalan kerajaan daya |
Menurut tetua di Lamno, Marco Polo juga pernah singgah di sana
untuk mengisi perbekalan sebelum melanjutkan petualangan keliling dunia. Kisah
tersebut ditulis dalam buku Far East yang mengisahkan Indo China, Lamno Aceh,
dan Kepulauan Banda Maluku Tengah.
Setelah Marco Polo, sebuah kapal dagang Portugis yang lain
terdampar di Wateuh Lamno, sebuah desa pantai dalam wilayah Kerajaan Marhom
Daya yang berdaulat dan berkuasa sampai ke Ujung Aceh (Banda Aceh).
fotret warga Lamno |
Menurut Burhanudin (58), warga Lamno yang masih keturunan
Portugis, kepada masalah kecantikan keturunan Portugis, sudah lama dikenal di Aceh.
Bahkan, kalau ada perayaan Marhum Daya, banyak orang berdatangan ke Lamno.
Perayaan pada hari Lebaran Iduladha itu dapat dipastikan gadis-gadis Porto yang
ada di daerah Lamno kumpul. Baik yang ada di Lamno maupun di luar daerah ini.
"Itu orang banyak memperhatikan kecantikan gadis-gadis Lamno yang
keturunan Portugis," paparnya.
Burhanudin yang mengaku generasi kelima asal Porto, memaparkan,
keluarga yang masih keturunan Portugis itu, sebagian besar tinggal di Kuala
Daya dan Lamno. Diperkirakan jumlahnya kurang lebih 150 orang (sebelum
tsunami). Keluarga asal darah Porto ini bekerja sebagai nelayan dan bertani
sawah atau kebun, sebagaimana umumnya warga sekitar."Kehidupannya juga
tidak jauh atau sama dengan warga sekitar. Ada yang istimewa dari keluarga
keturunan Porto, seperti kami ini. Karena hanya fisik saja yang beda, lainnya
mulai dari bahasa, budaya, dan pekerjaan sama saja," jelasnya.
Adat istiadat warga Lamno bermata biru ini tak berbeda dengan adat
istiadat dan kebudayaan masyarakat pada umumnya. Bahasa Aceh mereka, logat,
maupun aksen, serta pengucapannya sama dengan bahasa Aceh biasa dan berlogat
Aceh Barat. Menu makanan, dan makanan khasnya adalah makanan khas Aceh, seperti
kari, dan masakan Aceh lainnya. Dan nasi merupakan makanan utamanya.
Sumber:
http://www.aceh.my.id/2016/01/bulek-lamno-keturunan-portugis-di-aceh.html
https://ichsanamri.blogspot.com/
0 Response to "Lamno Aceh, Tempat bermukimnya Suku Aceh Bermata Biru"
Post a Comment
Berkomentarlah yang baik dan Sopan