Mendidik dan Menggenggam Tangan Generasi
Akar Masalah Umat Islam
Dalam buku Risalah Nurnya, Ustad Bediuzzaman Said
Nursi mengatakan bahwa pada saat mendiagnosis penyakit umat Islam abad ini, Beliau menyimpulkan bahwa terdapat tiga
penyakit kronis yang tengah menghinggapi umat Islam dunia. Penyakit-penyakit
tersebut adalah penyakit kebodohan, kemiskinan, dan perpecahan.
Penyakit-penyakit di atas telah menyebabkan sebagian
besar umat Islam terperosok dalam lembah kegelapan. Benar apa yang
disampaikan Syekh Ibnu Taimiyah saat beliau menjelaskan bahwa "Bukan Islam
yang merusak tatanan kehidupan saat ini, akan tetapi kita, sebagai
individu-individu muslim, yang tidak menjalankannya secara kaffah."
Di sisi lain, telah disebutkan sebuah kisah bahwa ketika
seorang syekh dari Sambas (sebuah daerah di kepulauan Kalimantan) mengirimkan
pertanyaan kepada Syekh Amir Syakib Arsalan, seorang ulama dari Dinasti Utsmaniyah.
Pertanyaan tersebut adalah "Mengapa umat Islam terpuruk dan umat
selainnya bangkit dari keterpurukan?"
Jawaban Syekh Alparslan sangat singkat, namun memberikan
makna yang mendalam dan menancap ke sanubari hati. Beliau mengatakan bahwa
"Keterpurukan umat Islam adalah dikarenakan mereka yang meninggalkan
agamanya. Sedangkan kebangkitan kaum selainnya dikarenakan mereka yang meninggalkan
agama batilnya dan beralih menuju ilmu pengetahuan".
Bukankah dalam konteks ini Allah Maha Adil. Ketika umat
Islam meninggalkan Al-Qur’an yang merupakan sumber hikmah dan tatanan ilmu
pengetahuan, Allah menimpakan keterpurukan ke dalam berbagai bidang
pengetahuan. Sedangkan bagi siapapun yang berusaha meraih Ilmu Allah, maka
Allah akan memberikan sesuai dengan kadar usahanya.
Konsep Kemahaadilan Allah
Sesuai konsep kemahaadilan Allah, Hocaefendi mengatakan
bahwa “Sudah menjadi ketentuan bahwa siapapun yang mempelajari ilmu alam
semesta akan memperoleh imbalan terbesarnya di dunia dan sedikit imbalan di
akhirat, bahkan tidak akan mendapat imbalan apapun jika mereka bukan
orang-orang yang taat.”
Itulah hal yang telah/sedang dinikmati sebagian besar
renaisans Eropa dan beberapa negara di Asia (Jepang, Korea, dan Tiongkok) saat
ini. Sedangkan ketentuan mempelajari dan mengamalkan kalam Allah yang
berupa Al-Qur'an akan mendapatkan imblannya sedikit di dunia dan mendapatkan
ganjaran terbesarnya di akhirat kelak. Seorang Muslim seyogianya
mempelajari dua kitab Allah ini, jika ingin mendapatkan keberkahan di dunia dan
di akhirat.
Prediksi Rohani Terhadap Negara Turki Usmani
dan Eropa
Alih-alih mempelajari dua kitab Allah tersebut sebagai
sarana kebahagiaan dunia dan akhirat, umat Muslim justru mengikuti apa yang ada
di dunia Barat secara membabi buta tanpa sama sekali menerapkan filter padanya.
Hal ini dijelaskan dalam sebuah kisah di akhir abad ke-19,
di ujung keruntuhan Kekhalifahan Utsmaniyah. Ketika itu Syeikh Bakhit,
seorang mufti Al-Azhar Kairo, berkunjung ke Istanbul dan menanyakan
kepada Bediuzzaman Said Nursi tentang Negara Utsmani dan Eropa. Bediuzzaman
Said Nursi lalu menjawab bahwa “Utsmani saat itu tengah mengandung Eropa
dan akan melahirkan Eropa di kemudian hari. Sedangkan Eropa saat itu tengah
mengandung Islam dan akan melahirkan Islam di kemudian hari”.
Secara tidak langsung, prediksi yang disampaikan Bediuzzaman
Said Nursi saat itu sangat benar dan tepat. Karena pada saat itu
kebanyakan dari masyarakat Turki modern dan negara-negara mayoritas bergama
Islam pada umumnya telah merujuk dan mengikuti gaya dan budaya-budaya Eropa
dalam semua lini kehidupan.
Jika diselisik lebih dalam, berdasarkan hasil
penelitian saat ini, negara-negara yang paling baik dari segi kehidupan
dan tatanan sosial bermasyarakat serta paling sesuai menerapkan nilai-nilai
Islam justru adalah negara-negara yang berada di Eropa, khususnya
negara-negara Skandinavia seperti Finlandia, Swiss, Swedia, Denmark
dan yang lainnya.
Apakah ini bukti bahwa Eropa akan berubah menjadi Islam,
baik dalam bentuk harfiah, yakni masyarakatnya yang akan berbondong-bondong
memeluk agama rahmatan lil ‘alamin dengan berbagai bukti nyata yang
telah mereka telaah, maupun hanya dalam tatanan sosialnya saja yang sesuai dengan
asas-asas Islam? Wallahu a’lam.
Penyebab ‘’Penyakit Kebodohan’’ Muncul
Di Tengah-tengah Masyarakat Muslim
Seperti yang telah dipaparkan di atas, dari berbagai permasalahan
rumit yang telah dialami semenjak abad ke-19, semua itu bermula dari
merebaknya penyakit kebodohan di lingkungan masyarakat Muslim. Salah satu
penyebabnya adalah penyakit taklid buta yang semakin merajalela. Sebagai contoh,
dalam bukunya yang berjudul ‘’Bangkit Dan Runtuhnya Dinansti Usmaniyah’’, Dr.
Assalabi mengatakan bahwa pada akhir abad keruntuhan Utsmani, terdapat banyak tekke (semacam
pesantren tempat para sufi berkumpul) yang tidak lagi berfungsi sebagaimana
tempat pengajaran agama, tempat yang pada zaman dahulu menjadi wasilah
tersebarnya agama Islam ke seluruh penjuru negara-negara Balkan dan Eropa
bagian timur. Namun, kini tempat-tempat tersebut sudah dipengaruhi oleh
tarian-tarian (riyadlah-riyadlah yang telah kehilangan maknanya) dan
diskusi-diskusi yang dipenuhi oleh kejumudan berpikir.
Di sisi lain, madrasah, tempat pencetak
generasi pewaris ilmu pengetahuan dan alim ulama, pada akhir abad
keruntuhan negara Islam telah banyak diajar oleh anak-anak ulama yang pada
umumnya masih belia dan belum mempunyai wawasan keilmuan yang sangat mumpuni. Pada
kasus tertentu, banyak dari kalangan ulama menunjuk anak-anak mereka sebagai
pewaris pengelolaan madrasah tersebut
setelah mereka wafat, meski pada saat itu anak-anak mereka masih belum
menguasai Ilmu sebagaimana orangtuanya. Sebagai akibatnya, merebaklah penyakit
kebodohan di mana-mana.
Akibat penyakit kebodohan yang telah menyebar,
maka penyakit-penyakit sosial masyarakat lainnya pun ikut menyusupi kalangan
bangsawan dan militer. Pada akhirnya, obat-obatan terlarang, perzinaan, perjudian,
dan minuman beralkohol bukan lagi merupakan hal yang tabu ketika itu.
Disebabkan penyakit-penyakit inilah, masyarakat Utsmani
yang terkenal dengan semangat jihadnya mulai meredup, sehingga pada akhir abad
ke-18 dan awal abad ke-19, Utsmani pun kalah telak dalam Perang Dunia Pertama
dan peperangan lainnya. Tak dapat dipungkiri bahwa kekalahan-kekalahan ini
disebabkan oleh akumulasi penyakit-penyakit yang telah menggerogoti umat
Muslim, baik di negara Utsmani sendiri, maupun negara-negara Islam
lainnya.
Sebab Musabab Munculnya Penyakit Ke-2, Kemiskinan
Penyakit kebodohan ini semakin hari dan perlahan namun
pasti kian menjangkiti masyarakat Islam. Ketika sebuah masyarakat sudah
terjerat akumulasi penyakit kebodohan, maka penyakit yang lebih parah dan lebih
berbahaya akan timbul, yakni penyakit kemiskinan. Betapa banyak sumber daya
alam yang melimpah, namun masyarakatnya tidak mampu
mengelola disebabkan ketidakahliannya?
Bagaimana bisa tambang-tambang yang berada di
negara-negara Islam pada umumnya dikelola oleh masyarakat yang notabene minim
sumber daya alam?
Bagaimana bisa sebuah benda tambang bernama emas yang
berharga tinggi di daerah kaya bernama Papua tidak menjadikan penduduknya
kaya raya, sebaliknya menjadi salah satu provinsi termiskin di Indonesia?
Republik Demokrasi Kongo merupakan negara penghasil
sumber daya batu berlian terbaik di dunia. Namun bagaimana mungkin rakyatnya
tetap miskin? Negara pemilik sumber daya berlian berkualitas, namun sangat
disayangkan, pemegang hak patennya bukanlah mereka, melainkan salah satu negara
di Eropa. Rakyat Kongo tetap miskin dan sengsara.
Di satu sisi, sumber daya melimpah tersebut
tersia-siakan karena ketidakmampuan masyarakat
dalam mengelolanya. Namun di sisi lain terdapat tangan-tangan di
sebalik layar yang tidak suka jika sebuah bangsa bangkit dari keterpurukannya. Kesadaran
mereka dapat menyebabkan kepentingan mereka terganggu, sehingga rakyat pun
dengan sengaja dibiarkan miskin dan sengsara agar mudah dibodohi dan diperdaya.
Ketika hegemoni dunia Barat semakin maju dengan ilmu
pengetahuan dan sainsnya, barulah masyarakat Muslim tersadarkan betapa
terpuruknya mereka dalam hal pendidikan dan sains. Alih-alih ingin mengejar
ketertinggalan, namun sangat disayangkan banyak dari cendekia-cendekia Muslim
yang membuat terobosan yang (mohon maaf) berada di atas jalur kekhilafan, yakni
dengan cara menjiplak secara utuh ilmu pengetahuan dan budaya Barat yang
terkadang tidak sesuai dengan dimensi asal pemikiran dan budaya ketimuran.
Hal tersebut sampai pada sebuah kondisi di mana sebagian
dari mereka mengatakan, “Untuk menjadi sebuah tatanan masyarakat yang maju,
kita harus meninggalkan tatanan Islam yang lusuh dan sudah tidak lagi sesuai
dengan perkembangan zaman” Na’uzubillahi min zalik. Sehingga kita pun mengekor dan mengikuti
tatanan budaya mereka, hingga sampai pada pernyataan jika mereka masuk lubang
buaya, kita pun akan dengan senang hati memasukinya.
Penyebab Munculnya Penyakit Ke-3, Perpecahan
Permasalahan kebodohan dan kemiskinan menyebabkan
masyarakat mudah diadu domba dan perpecahan dalam masyarakat itu pun sulit
dihindari. Sebagai contoh, kini di negara-negara Timur Tengah banyak terjadi
perang saudara. Syiria, Irak, Mesir, Libya, Tunisia misalnya merupakan negara
yang mudah diadu domba. Mereka mudah dipecah belah dan sangat mudah memerangi
saudara-saudaranya sendiri. Begitulah, sebuah ungkapan menyatakan,
“Yang membunuh adalah dari kita dan yang terbunuh juga adalah
orang kita. Sedangkan yang bertepuk tangan adalah orang-orang di luar sana”.
Bukankah Allah Subhanahu wa ta’ala dalam kalam-Nya
Al-Qur’an telah berfirman agar kita
berpegang teguh pada tali-Nya dan tidak terpecah belah? Bukankah sesiapa
yang membunuh seorang mukmin yang tidak berdosa, maka ganjarannya adalah Neraka
Jahanam dan akan kekal di dalamnya?
Lantas Apakah Obat Mujarab Dari Setiap Penyakit Yang
Menyerang Kita?
Perpecahan yang telah/sedang dialami, perpecahan yang
sangat menghancurkan dan merusak generasi-genarasi masa depan. Perpecahan yang
telah merusak cita-cita kebangkitan. Lantas apakah ada solusi dari tiga rantai
penyakit umat Islam saat ini? Jawabannya pasti ada, sebagaimana yang Allah firmankan
dalam kalam-Nya agar kita tidak berputus asa dari rahmat-Nya. Kita juga harus
senantiasa berusaha sembari mengharap rida Allah untuk mendapatkan solusi dari
permasalahan yang kita alami.
Pendidikan Sebagai Salah Satu Ramuan Ampuh, Pengentasan
Kebodohan
Bediuzzaman Said Nursi mengatakan bahwa salah satu obat
dari penyakit kronis kebodohan ini adalah dengan membuka bangku-bangku
pendidikan. Pendidikan adalah sarana yang dapat dinikmati oleh setiap
pemuda-pemudi dan seluruh elemen masyarakat. Mengenyam ilmu pengetahuan haruslah
sesuai dengan kemampuan serta kapasitas penyerapannya.
Pendidikan adalah tempat tabir-tabir kebodohan dapat
terhapus dan digantikan oleh tabir-tabir ilmu pengetahuan. Ustad Bediuzzaman
Said Nursi juga mengatakan bahwa “Pendidikan adalah bagaimana menyatukan antara
pengetahuan akal dan kalbu. Akal adalah sumber daya pikiran yang cemerlang yang
dianugerahkan Allah Subhanahu wa ta’ala kepada kita sebagai pembeda
antara yang baik dan buruk”.
Namun, akal sangat mudah terombang-ambing oleh
nafsu, disinilah akal sangat perlu bersinergi dengan kalbu karena ia
merupakan sarana pengikat ruh dan wahana bersemayamnya keimanan di dalam
sanubari seorang insan, yang menjadikannya berkepribadian malaikat dalam
setiap tindakannya. Di sinilah pentingnya keseimbangan antara akal dan kalbu.
Sebagaimana seekor burung tidak bisa terbang jika salah satu sayapnya patah
atau terluka.
Ya, Ustad Bediuzzaman mengajarkan kepada murid-muridnya
akan pentingnya keseimbangan antara akal dan kalbu.
Bagaimana Model Pendidikan Yang Ideal Bagi
Masyarakat Muslim?
Model pendidikan yang memadukan antara keseimbangan akal
dan kalbu inilah yang juga mengilhami
ulama kharismatik Turki dan cendekiawan besar Muhammad Fethullah Gülen
Hocaefendi untuk memotivasi murid-muridnya mendirikan sekolah-sekolah di
berbagai negara di belahan dunia. Hal itu sebagai bentuk kampanye dalam
mengentaskan umat Islam dan manusia dari kebodohan.
Konsep sekolah yang memadukan pembelajaran rasional dan
emosional senantiasa dinasihatkan Hocaefendi dalam bukunya yang berjudul ‘’Bangkitnya
Peradaban Islam’’. Hal itu adalah agar masyarakat Muslim mampu
menghasilkan generasi-generasi baru, yakni para generasi arsitek rohani
masa depan dalam rangka membangun peradaban gemilang di masa mendatang.
Generasi tersebut haruslah dididik dengan metode yang memadukan antara rasionalitas
dalam berpikir, kematangan spiritualitas, dan mempunyai daya estetika seni yang
tinggi yang sesuai dengan kaidah-kaidah Islam rahmatan lil ’alamin.
Sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan haruslah
mampu mengemban nilai-nilai universal, nilai-nilai yang dapat menjadikan
seseorang dapat disentuh dan dirangkul. Nilai-nilai tersebut antara lain adalah
nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Karena memang tidak ada perbedaan antara
orang Afrika, orang Asia, maupun orang Eropa. Kita semua adalah sama-sama
makhluk ciptaan Allah bernama manusia. Pada akhirnya, nilai-nilai universal
inilah yang akan mendapatkan apresiasi yang sangat besar oleh semua elemen
masyarakat.
Ya, ketika para generasi muda bangsa telah mendapatkan
pendidikan yang seimbang antara akal dan kalbu dalam naungan Al-Qur’an, serta
nilai-nilai universal, tentu suatu saat nanti mereka akan memegang
tongkat estafet kepemimpinan bangsa, serta mampu menjalankan roda
kehidupan sebuah bangsa dengan nilai-nilai rahmatan lil ’alamiin yang senantiasa
berusaha menghabiskan waktu terbaiknya demi memberikan pengabdian terbaik
kepada agama dan bangsanya.
Generasi yang lahir dari model pendidikan inilah, atas inayah
dan pertolongan Allah akan mampu menaungi masyarakat, membuka belenggu-belenggu
penyakit kebodohan, mengurai lilitan-lilitan tali kemiskinan, serta menutup
rapat-rapat pintu perpecahan. Dan semoga generasi yang mendapatkan model
pendidikan ini mampu merangkul semua kalangan masyarakat dengan semboyan saling
‘’Berpegangteguhlah kalian dengan tali Allah dan janganlah kalian berpecah-belah’’.
0 Response to "Mendidik dan Menggenggam Tangan Generasi"
Post a Comment
Berkomentarlah yang baik dan Sopan