Resep Ampuh Pemersatu Bangsa?
Bhineka Tunggak Ika |
Bangsa Indonesia adalah perpaduan dari beratus-ratus suku bangsa yang mendiami Negara Kepulauan Republik ini. Jika kita mengatakan Beratus-ratus suku bangsa berarti mengandung makna beratus-ratus Bahasa, adat istiadat, keyakinan, pola fikir, sifat yang diwarisi oleh masing-masing suku bangsa tersebut yang membentuk Sebuah negara bangsa yang berserikat.
Perbedaan suku bangsa yang begitu besar dan luas tersebut membuat setiap bangsa lain
terkagum-kagum mengapa bangsa kita bisa disatukan. Dari segi bahasa Indonesia
disatukan oleh Bahasa melayu yang menjadi lingua
francasebuah bahasa umum yang
telah digunakan beratus tahun sebelumnya sebagai bahasa diplomatik, perdagangan
dan bahasa pendidikan. Hal ini tidak lain dapat kita temukan pada surat-surat
kerajaan/kesultanan Nusantara yang menggunakan bahasa Jawi (Arab Melayu)
sebagai bahasa koresprodensi antar kesultanan dan lain sebagainya.
Jauh
sebelumnya lagi sebelum Islam menjadi agama mayoritas di Nusantara. Telah ada berbagai agama yang mendiami Nusantara, baik
itu agama luluhur, agama Hindu maupun Budha. Tercatatlah kisah Hidup
seorang pendeta Buddha yang bernama Mpu Tantular yang menulis kitap Sutasoma pada abad ke 14 di era kerajaan Majapahit. Mpu tantular merupakan seorang
penganut Buddha Tantrayana, namun merasakan hidup aman dan nyaman dalam
kerajaan Majapahit yang bernuansakan agama Hindu.
Hidup nyaman dalam lingkungan perbedaan saat itu, menjadi
salah satu pertanyaan dan titik
fokus yang memutar logika penulis atas landasan apa Mpu tantular bisa
menuangkan sebuah Motto yang begitu besar dalam bukunya tersebut sehingga
mempengaruhi lebih tepatnya menginspirasi
Muhammad Yamin kala itu sebagai salah satu founding Father Indonesia untuk menggunakan semboyan tersebut dan
dilekatkan pada burung garuda sebagai lambang negara Indonesia. Dalam kitapnya
tersebut empu tantular menuliskan tentang sebuah kalimat yang amat agung yang mampu
memberikan inspirasi sampai pada generasi beratus-ratus tahun yang akan datang.
Sebuah kalimat yang tidak berubah walaupun berbagai keyakinan dan ideologi
telah berubah secara cepat maupun lambat. Ya kalimat tersebut adalah Bineka
Tunggal Ika yang artinya walapun
kita berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Sebagai kisah aslinya dapatlah
kita sampaikan disini dari potongan bait kakawin sutasoma pada pupuh 139, bait
ke 5 yang berbunyi :
Rwaneka
dhatu winuwus buddha Wiswa,
Bhinneki
rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka
ng jinatwa kalawan siwatatwa tunggal
Bhinneka
tunggal ika tan hana dharma mangrwa
Kalimat ini memiliki arti :
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua
zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi
bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (buddha) dan
Siwa adalah Tunggal.
Terpecah belah itu, tetapi satu
jugalah itu.
Sekilas jika kita kembali ke masa
itu, kita akan dihadapkan kepada 2 kekuatan dan keyakinan yang besar yaitu
Hindu dan Buddha. Kerajaan Majapahit menjadi pelindung agama hindu terbesar
nusantara. Sedangkan buddha juga dianut oleh sebagian besar masyarakat lainnya.
Kalaulah tidak ada kesepakatan kedua belah pihak pastilah satu dengan yang
lainnya sesuai dengan fitrah naluri hewani manusia saling memaksakan kehendak
yang pada akhirnya tentu timbulah konfik peperangan.
Dari
kalimat sakti ini jualah yang menjadi penyatu bangsa besar negara kesatuan
Republik Indonesia yang tersusun dari beratus suku bangsa, memiliki lima keyakinan
agama besar dunia. Semboyan ini juga yang bisa mengikat ego masing-masing perbedaan
antar keyakinan, maupun ideologi politik dan mampu menjadi penengah disetiap
permasalahan serta menjadi solusi keamanan, kenyamanan dalam hidup
bermasyarakat.
Sejenak
kita merenungkan lagi tulisan yang sederhana ini. Penulis dalam menuliskan
lintasan fikiran ini sama sekali tidak menafikan peran besar agama Islam yang
menjadi payung rahmatan lil ‘alamiin yang menjadi hakikat naluriyahnya. Yang
menjadi titik fokus kita adalah bagaimana kalimat Bhinneka Tunggal Ika ini,
kita maknai dan kita bawa pada kondisi
masyarakat kekinian dan nilai-nilai universal yang terkandung dalam maknanya.
Penulis
tidak henti-hentinya mengajak kita semua untuk merenungi kembali permasalahan
besar yang dihadapi bangsa kita saat ini, Dimana nafsu perpecahan semakin
menunjukkan jati dirinya. Dengan keegoan yang luar biasa mereka menganggap
hanya merekalah yang memiliki otoritas kebenaran dan menafikan hukum lahiriyah
perbedaan. Terkadang ego itu datang dari rasa bersalah yang bersumber dari
problematika individu-individu yang tidak mampu menjawab tantangan jaman. Alih-alih ingin memberikan suri tauladan (Qudwah) namun sikap dan mental yang
dihidangkan masih belum layak dan malah membuat orang lari dan tertawa dari
tipuan muslihat seperti tukang sulap yang kita pertontonkan. Sebagai contoh kita
mengatakan selaku umat harus berinfak dan berzakat sebagai alternatif
pengentasan kemiskinan namun data menunjukkan masih banyak dari masyarakat yang
fakir dan miskin.
Selaku politisi bersih dan religius Kita mengatakan tidak
untuk korupsi ternyata banyak politisi yang notabene religius dan bersih
terjerat kasus korupsi, sebagai masyarakat minoritas kita mengatakan no rasialismeNamun terkadang setiap perkataan kita,
tingkah laku dan karakter kita adalah prilaku rasial. Kita berteriak sambil berkoar-koar
tentang kesetaraan ekonomi ternyata banyak dari oknum-oknum yang membentuk
komplotan sebagai sarana mengeruk dan menguasai kekayaan alam untuk kepentingan
golongan dan kelompoknya masing-masing. Sehingga timbulkan ketidak percayaan
pada setiap lapisan masyarakat yang berujung pada perpecahan yang susah untuk
dihindari.
Kesemrautan
ini juga didukung oleh media-media yang gencar memberitakan informasi-informasi
palsu alias Hoax sehingga perpecahan
dan ketidak percayaan berbagai pihak semakin
melebar. pemerintah tidak percaya dengan rakyatnya dan
rakyat juga semakin tidak percaya dengan apa yang telah dilakukan oleh
pemerintahnya.
Ketidak percayaan dua belah pihak ini kalau tidak segera dicari solusinya pasti
akan memberikan dampak yang tidak baik pada seluruh sendi kehidupan masyarakat.
Ibarat seorang apoteker, perlu dicari takaran obat yang pas dan resep yang
manjur untuk menyembuhkan penyakit kronis yang menyerang bangsa yang besar saat
ini. Namun Berbagai macam paham dan ideologi yang coba disuntikkan untuk bangsa
kita ini, alih-alih memberikan
kesehatan malah lebih terpuruk pada penyakit yang lebih mematikan berupa
disintegrasi bangsa dan despotisme yang semakin meraja lela. Untuk menyembuhkan
penyakit ini tidak lain dan tidak bukan adalah kembali pada resep mujarab yang
telah ditemukan oleh para leluhur kita dulu. Bhinneka Tunggal Ikaadalah solusinya.
Ibarat
jamu, Bhinneka Tunggal Ika adalah resep warisan leluhur yang
kegunaannya terbukti ampuh hingga saat ini. Kenapa demikian? Karena nilai-nilai
universal yang terkandung didalamnya
adalah nilai-nilai yang mampu menembus jarak dan waktu.
Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad Saw. Bahwa ambillah hikmah itu dimanapun kamu
berada karena hikmah adalah harta kaum mukmin yang tertinggal. Makna tersebut
memberikan sebuah isyarat bahwa Junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw. Juga
memberikan anjuran untuk mengambil hikmah dari sumber-sumber manapun karena
hikmah adalah nilai kosmopolitan yang bermanfaat untuk alam semesta
terkhususnya manusia dan ini adalah manifestasi dari nama Arrahman-Nya Allah
Swt.
Bhinneka
Tunggal Ika sebagai nilai pemersatu sebuah bangsa yang besar dan beraneka ragam
juga telah dilakukan oleh bangsa-bangsa besar terdahulu maupun saat ini.
Pemberian contoh-contoh ini adalah sebagai penguat agar kita lebih yakin dan
lebih mantap dalam memahami suatu nilai yang kita imban. Amerika Serikat adalah
sebuah negara adidaya saat ini.
Berbagai fase kehidupan dan tantangan nasional telah mereka alami. Penjajahan bangsa Spanyol dan Inggris terhadap
benua tersebut, Perbudakan dan kemerdekaan dari Inggris sampai pada meletusnya
perang saudara antara Utara dan Selatan serta penyatuan kembali. Semua
tantangan-tantangan ini telah mereka alami. Jika kita tinjau dari susunan
masyarakat Amerika serikat saat ini banyak sekali suku bangsa yang telah
membentuknya terdiri dari Bangsa Inggris, Jerman, Francis, Afrika, Asia dan
Eropa Lainnya ditengah pusaran perbedaan, mereka tetap mengatakan satu jati diri
mereka yaitu Amerika. Terlepas dari standar ganda kebijakan politik mereka, hal
ini sesuai dengan makna Kebhinekaan
(keragaman) tapi tetap Tunggal Ika (bersepadan atau bersatu).
Islam sebagai
agama yang kurun waktu 1400 tahun yang memiliki kecepatan penyebarannya yang
dahsyat juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan. Dalam Al-qur’an
Allah berfirman “hendaklah kalian
berpegang teguh pada tali Allah dan janganlah berpecah belah”. Dalam sistem
pemerintahan Islam yang di adopsi oleh kekhalifahan Usmaniyyah Raya yang
berpusat di Istanbul saat itu, nilai-nilai persatuan juga dijunjung tinggi oleh
masyarakat mereka kala itu yang penuh dengan keberagaman yang sangat besar.
Bangsa Usmani menaungi sebagian besar daratan Eropa, Asia, dan Afrika. Nilai persatuan yang dibangun Oleh kekhalifahan Usmani
disebut dengan Milliyet (bangsa),
dimana setiap suku bangsa terkhususnya keyakinan-keyakinan yang berbeda
berhak memilih pemimpinnya dan berhak mengatur urusan-urusan internal rumah
tangganya sehingga selama 6 abad lebih ke khalifahan Usmaniyah mampu mengelola
keberagaman masyarakatnya.
Kesimpulan
Dapat kita simpulkan Panjang pendeknya umur suatu negara tergantung dari kemampuan sebuah negara tersebut mengatur dan mengelola keberagaman dan keanekaragaman kekayaan suku bangsanya seperti kekhalifahan Turki Usmani maupun Islam di Andalusia Spanyol kala itu. Dan mampu mengambil setiap hikmah dari permasalahan-permasalahan yang mereka alami. Menjadi pertanyaan kita saat ini adalah mampukah Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman yang besar bahkan melebihi bangsa diatas mengelola sumberdaya yang besar tersebut sehingga menciptakan kehidupan yang aman dan tentram pada setiap segi dan lapisan kehidupan masyarakat? Ya tentu jawabannya adalah menjaga kemajemukan bangsa dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sungguh sangat tepat Founder Father kita dulu menetapkan semboyan terebut sebagai pemersatu bangsa dan tanah air.
Dapat kita simpulkan Panjang pendeknya umur suatu negara tergantung dari kemampuan sebuah negara tersebut mengatur dan mengelola keberagaman dan keanekaragaman kekayaan suku bangsanya seperti kekhalifahan Turki Usmani maupun Islam di Andalusia Spanyol kala itu. Dan mampu mengambil setiap hikmah dari permasalahan-permasalahan yang mereka alami. Menjadi pertanyaan kita saat ini adalah mampukah Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman yang besar bahkan melebihi bangsa diatas mengelola sumberdaya yang besar tersebut sehingga menciptakan kehidupan yang aman dan tentram pada setiap segi dan lapisan kehidupan masyarakat? Ya tentu jawabannya adalah menjaga kemajemukan bangsa dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sungguh sangat tepat Founder Father kita dulu menetapkan semboyan terebut sebagai pemersatu bangsa dan tanah air.
artikel ini sangat menginspirasi semoga kerukunan tetap terjaga di bumi indonesia ini
ReplyDelete